K.H. Hasyim Asy’ari
Siapakah KH. Hasyim Asy’ari itu?
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 24 Dzul Qa’dah 1287 H/14 Februari 1871 M di desa Gedang, sekitar 2 kilo meter sebelah timur kota Jombang. Ayah beliau bernama Kiai Asy’ari pendiri pondok pesantren Keras di Jombang. Ibunda beliau bernama Halimah binti Kiai Usman, seorang ulama terkenal pendiri pondok pesantren Gedang. Moyang beliau adalah Kiai Sihah, pendiri pondok pesantren Tambak Beras Jombang.
Dari garis keturunan tersebut, wajar apabila KH. Hasyim Asy’ari banyak memperoleh ilmu agama Islam dari lingkungan pondok pesantren. Kehidupan beliau mungkin dapat diungkapkan dalam kata-kata sederhana “dari pondok pesantren ke pondok pesantren”, artinya beliau dibesarkan di lingkungan pondok pesantren, menuntut ilmu di pondok pesantren, kemudian mendirikan pondok pesantren dan dengan tekun mengajar santri di pondok pesantrennya sendiri.
Pada mulanya KH. Hasyim Asy’ari belajar Al Qur’an dan dasar-dasar agama Islam pada ayahnya sendiri. Kemudian menuntut ilmu ke beberapa pesantren, yaitu pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo, pesantren Langitan Tuban dan pesantren Demangan Bangkalan Madura. Pada Tahun 1892 M, KH. Hasyim Asy’ari berangkat ke Makkah untuk beribadah haji dan menuntut ilmu.
Pada 26 Rabiul Awwal 1317 H/1903 M KH. Hasyim Asy’ari mendirikan pondok pesantren di desa Tebuireng Jombang. Pondok pesantren ini berkembang dengan pesat setelah beberapa santri angkatan pertamanya berhasil mendirikan pondok pesantren di daerah mereka masing-masing.
KH. Hasyim Asy’ari wafat pada 7 Ramadhan 1366 H/25 Juli 1947 M dan dimakamkan di komplek pondok pesantren Tebuireng Jombang.
KH. Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama besar dan berpengaruh di antara para ulama pondok pesantren di Jawa dan Madura. Gelar yang diberikan kepada beliau adalah “Hadratus Syeikh” yang berarti : “Maha Guru”. Dalam sejarah Nahdlatul Ulama beliau adalah “Bapak pendiri NU” karena menjadi kunci utama bagi berdirinya Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Beliaulah yang merumuskan dasar-dasar perjuangan NU yang dikenal dengan “Qanun Asasi Li Jamiyyati Nahdlatul Ulama”.
Sebagai Ulama berpengaruh, banyak kitab karangan beliau dalam bidang hadist, fiqih dan tasawuf. Sampai sekarang sebagian kitab ini masih dipelajari di beberapa pondok pesantren, diantara kitab tulisan beliau adalah :
1. at-tibyan fin nahyi an muqatha’atil arham wal aqarib wal akhwan (penjelasan mengenai larangan memutuskan hubungan kerabat dan persahabatan)
2. adabul ‘alim wal muta’allim (akhlak guru dan murid)
3. al-mawaidz (beberapa nasihat)
4. haditsul maut wa asrarus sa’ah (hadits mengenai kematian dan kiamat)
5. ar-risalah at-tauhidiyah (catatan tentang ajaran tauhid Ahlusunnah wal Jama’ah)
Dalam sejarah Nasional Indonesia, KH. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai ulama pejuang yang tangguh. Banyak fatwa keagamaan yang disampaikan untuk menentang penjajah Belanda dan membangun semangat kebangsaan. Misalnya larangan donor darah untuk membantu tentara Belanda, larangan berperang dan wajib militer untuk membela pemerintah Belanda. Beliau juga pernah menolak dengan tegas tawaran pemerintah penjajah Belanda yang akan memberi bintang kehormatan. Sebaliknya, beliau sangat mendukung gerakan kemerdekaan seperti dukungan terhadapa tuntutan agar Indonesia berparlemen.
Pada masa pendudukan militer Jepang, KH. Hasyim Asy’ari pernah dimasukkan kedalam penjara karena menolak terhadap anjuran Jepang untuk Shikerei (penghormatan kepada Kaisar Jepang). Lima bulan lamanya beliau dipenjara, untuk kemudian dibebaskan.
Pada masa perang kemerdekaan, beliau sangat berjasa dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai Ulama sekaligus tokoh Nasional, banyak pemimpin bangsa pergerakan nasional yang meminta nasihat beliau sebelum terjun di medan perang. Atas nasihat dan restu beliau, dikeluarkanlah “Resolusi Jihad” yang berisi kewajiban bagi umat Islam untuk berperang membela kemerdekaan negara Republik Indonesia.
Atas jasa-jasa besarnya, beliau ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional” berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 294 tahun 1964.